Wednesday, 20 February 2013

Menelisik Kemegahan dan Keunikan Candi Jawi

Traveling mengunjungi tempat-tempat yang bernilai sejarah adalah hobby saya, setelah beberapa waktu yang lalu saya mblakrak mengunjungi tempat2 bersejarah di Surabaya, kali ini saya bersama kawan saya Firza mengunjungi tempat bersejarah lain yang usiannya jauh lebih tua, yaitu Candi Jawi..


Candi ini berbentuk tinggi ramping seperti Candi Prambanan, pintunya menghadap ke timur. membelakangi Gunung Penanggungan, dan terletak di pinggir jalan Tretes-Pandaan, tepatnya di Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Posisi pintu Candi ini oleh sebagian ahli dipakai alasan untuk mempertegas bahwa candi ini bukan tempat pemujaan atau pradaksina (sebuah upacara penghormatan terhadap seorang dewa, disebut Dewayadnya atau dewayajña), karena biasanya candi untuk peribadatan menghadap ke arah gunung, tempat yang dipercaya sebagai tempat persemayaman kepada Dewa. Candi Jawi justru membelakangi Gunung Penanggungan. Sementara ahli lain ada pula yang beranggapan bahwa candi ini tetaplah candi pemujaan, dan posisi pintu yang tidak menghadap ke gunung karena pengaruh dari ajaran Buddha.

Sejak kecil memang sering diajak orang tua saya kesini, namun ada suatu hal yang baru saya sadari yaitu ternyata terdapat dua warna batu yang cukup kontras menyusun candi ini, batu warna hitam pada kaki dasarnya, dan warna putih pada badan candi. Setelah saya bandingkan dengan candi-candi lain, hanya candi jawi ini yang mempunyai dua warna, yang lainnya berwarna senada. Hal ini tentu membuat saya bertanya-tanya. Dan satu hal lagi yang membuat saya penasaran adalah adanya parit di sekitar candi yang membuat candi ini unik dan berbeda dengan candi-candi lainnya. 

Banyak yang mengira Candi Jawi ini sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, namun sebenarnya merupakan tempat penyimpanan abu dari raja terakhir Singasari, Raja Kertanegara.
Ketika memasuki Candi

Yoni, tempat menyimpan abu Raja Kertanegara
Untuk memasuki pelataran candi, kita harus mengisi buku tamu terlebih dahulu dan mengisi sumbangan sukarela, jika ingin melihat dalam candi, ada tangga yang cukup sempit dan curam yang harus didaki satu-persatu. Di dalam candi terdapat sebuah batu putih yang awalnya saya mengira adalah altar, namun ada lubang di dalamnya, ternyata batu tersebut adalah Yoni, tempat menyimpan abu Raja Kertanegara. Yoni adalah symbol feminitas dalam Hinduisme. Dan Yoni inilah satu-satunya benda yang mengisi ruangan di candi ini.

Sementara langit-langitnya, terdapat gambar orang berkuda tepat di puncak langit-langit.  
Langit-langit dalam candi


Di belakang Candi terdapat susunan batu bata merah, batu bata merah ini menurut penjaganya adalah bekas pintu gerbang dan dibangun pada masa Majapahit. Terbengkalai karena sudah sulit direkonstruksi,

Setelah saya telusuri ini adalah cerita singkat tentang Candi Jawi..

Candi Jawi terletak di Desa Candiwates, Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan di kaki gunung Welirang. Di dalam Kitab Negarakertagama Candi Jawi disebut “Jajawa” (Neg 55.3) atau “Jawa-Jawa”. Candi ini dibangun di atas tanah datar yang tinggi dengan pintu masuk disebelah timur. Melihat bekas-bekas bangunan yang masih dapat dilihat sekarang, selain bangunan utama masih ada bangunan yang lain. Pemugaran telah dilaksanakan sejak tahun 1938-1941 karena sebelumnya candi ini telah runtuh. Akan tetapi pemugara ketika itu belum dapat mencapai keseluruhan sampai atap meskipun batu-batu candi sebagian atap dapat disusun sebagai susunan percobaan. Hal ini disebabkan oleh hilangnya satu lapis batu pada bagian tubuh candi sehinga hubungan dengan bagian atas tidak diketahui. Ukuran candi Jawi panjang 14,24 meter, lebar 9,55 meter, tinggi 24,5 meter.

Seni Bangunan

Candi Jawi mempunyai bentuk arsitektur yang tinggi dan ramping dengan kaki candi dihias serangkaian relief yang menggambarkan suatu cerita. Namun sampai sekrang identifikasi cerita tersebut belum jelas. Relief dipahatkan agak tipis sehingga beberapa diantaranya sudah rusak. Urutan ceritanya dapat diperkirakan sesuai dengan jalan Pradaksina. Pada tubuh candi terdapat relung-relung yang pada bagian atasnya dihias dengan kepala Kalap sedangkan dibagian tengah tubuh candi terdapat bingkai persegi mendatar.

Atap candi terdiri dari 3 tingkatan, puncaknya berbentuk Dagodha. Jenis batu bagian atap berlainan dengan batu-batu bagian bawah (bagian kai candi). Batu-batu atap sebagian besar adalah batu putih, sedangkan batu bagian kaki candi adalah batu hitam (andesit). Kemungkinan batu-batu bagian atap ini berasal dari masa yang berlainan. Negarakertagama pupuh 57:4 menjelaskan bahwa pada tahun Saka 1253 candi Jawi pernah disambar petir.

ini teman saya, Firza, bukan arca..
Peristiwa tersebut mungkin sekali mengakibatkan keruntuhan bagian atasnya yang kemudian diperbaiki tahun berikutnya. Hal ini menjadi jelas dari temuan 1938 sewaktu diadakan penelitian didapatkan batu candi yang berangka tahun 1254 Saka. Angka tahun tersebut mungkin sebagai peringatan dibangunnya kembali Candi Jawi. Menurut W. F. Stutterheim bentuk candi Jawi pada mulanya seperti bentuk lukisan pad salah satu reliefnya, dimana pada relief tersebut ada suatu bangunan yang sebagian atasnya berbentuk atap tumpang. Dr. NJ Krom mengatakan bahwa Candi Jawi bertingkat tetapi sebaliknya Purbatjaraka berpendapat bahwa Candi Jawi tidak bertingkat.

Sifat keagamaan dan arca-arcanya.

yang tengah itu juga bukan arca lho -_-
Negarakertagama pupuh 56:2 menyebutkan bahwa arca utama di dalam bilik Candi adalah Acra Siwa, dengan tambahan keterangan bahwa ada arca aksobya bermahkota tinggi. Setelah dilakukan penelitian ternyata arca-arca yang ditemukan bersifat Siwa. Arca-arca temuan tersebut adalah Nandiswara, Durga, Brahma, Ganesa, Nandi, dan Fragmen Ardanari. Diantara temuan-temuan tersebut tidak terdapat arca Aksibya. Prapanca sendiri menyatakan bahwa arca Aksobya tersebut telah hilang pada saat halilintar menyambar candi pada tahun Saka 1253. Prapanca dalam bukunya Negarakertagama menerangkan bahwa candi Jawi mempunyai dua sifat keagaman, yaitu bagian bawah bersifat Siwa, dan bagian atas bersifat Budha “Cihneng Candi Risor Kecawan Apucak Kaboddan I Ruhur” (Neg. 56:21). Percampuran dua agama antara Hindu dan Budha di Jawa Timur ketika itu memang sangat menonjol lebih-lebih pada masa Kertanegara, sehingga setelah wafat diberi gelar “Bathara Sang Lumah ri Siwadha” (prasasti Gajahmada, 1351 AD) atau sang lina ring siwa budhalaya (prasasti gnung butak). Pararaton menyebutkan Sri Siwa Budha dan Batara Siwa Budha”

Masa Pembangunan Candi Jawi

Menurut Negarakertagama (56:1) Candi Jawi didirikan oleh Raja Kertanegara, sehingga dengan demikian dapat diketahui bahwa Candi ini didirikan pada akhri Singosari (abad XIII). Mengenai fungsi candi tersebut masih terdapat perbedaan pendapat diantara para sarjana. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Candi Jawi sebagai candi Pendharmaan Raja Kertanegara, seperti yang dijelaskan dalam Negarakertagama bahwa Candi Jawi dibuat sendiri oleh Raja Kertanegara, dimana ia mentahbiskan dirinya. Pendapat lain mengatakan bahwa Candi Jawi bukan sebagai tempat pendharmaan Raja Kertanegara, dengan alasan Candi ini dibuat ketika Kertanegara masih hidup. Selain itu Candi Jawi tidak diuraikan oleh Sthapaka (penjaga candi), sebagai satu kelompok dengan Candi Singosari yang jelas berfungsi sebagai tempat Pendharmaan Raja Kertanegara. Berdasarkan urutan relief yang bersifat Pradaksina candi ini berfunsi sebagai kuil/tempat pemujaan Dewa. Candi Jawi yang kita lihat saat ini adalah hasil pemugaran pada tahun 1974-1979, dipugar oleh Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur.

Penjelasan diatas memang sudah cukup jelas bagi saya, walaupun ada beberapa hal yang masih misterius berenang-renang di pikiran saya..

Salah satu hal yang menarik perhatian saya di candi ini adalah adanya Dualisme Agama yang sangat pekat, yaitu Hindu dan Budha. Dua agama inilah yang menyusun candi ini. Jika kita menengok semboyan Bangsa kita “Bhinneka Tunggal Ika”, memang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua”, namun jika kita mengkaji lebih dalam kalimat yang berasal dari Kitab Sutasoma tersebut, cukup membuat saya melongo. Kita tahu arti dari Tunggal ika adalah persatuan, yang jika dihubungkan dengan keberadaan Candi Jawi ini berarti anda tidak bisa mencapai moksa (sebut saja menurut pengertian kita sekarang: masuk sorga) berdasar kepercayaan anda tanpa mengakui kebenaran agama lain. Sinkretisme Siwa-Budha oleh leluhur kita di zaman Majapahit bukanlah “toleransi saling menghormati” seperti yang kita miliki sekarang ini, juga bukan peleburan/kawin-silang  antar agama sebagaimana aliran nyeleneh yang saat ini bermunculan. Sebagai orang Majapahit, anda, katakanlah beragama Hindu, anda utuh dengan keyakinan anda, namun anda juga mengimani bahwa agama Budha adalah agama yang benar meskipun anda tidak ikut mempraktekkan ajaran Budha, barulah anda memperoleh moksa. 

Sesuatu yang terjadi saat kekuasaan berada di belahan tengah Jawa, bahwa antara Budha dan Hindu tidak pernah ada kata sepakat (Borobudur adalah hegemoni Budha sementara Prambanan adalah hegemoni Hindu), tidak pernah terjadi ketika kekuasaan berpindah ke belahan timur pulau Jawa (sejak era Airlangga). Puncak sinkretisme Siwa-Budha terjadi ketika raja pemabuk (bagian dari Tantra) Kertanegara dari Singhasari bertahta. Di masa inilah candi Jawi dibangun. Sebuah “monumen” batu yang bagian dasarnya bersifat Siwa namun bagian puncaknya bersifat Budha.

Candi Jawi tidak sendirian mengangkat kisah ini, sebut saja Candi Jago, candi bersifat Budha yang menghiasi dindingnya dengan relief kisah Arjunawiwaha, Parthayajna dan Kalayanawantaka yang bersifat Siwa. Sebaliknya, candi Penataran adalah candi Siwa yang memahat kisah Bubuksah Gagangaking yang bersifat Budha.

Demikian lah hasil penelusuran saya terhadap Candi Jawi yang sudah beribu-ribu tahun menghiasi Kabupaten Pasuruan. Harapan saya semoga bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah tidak kita lupakan dan senantiasa kita lestarikan agar kita selalu ingat dengan perjuangan dan kisah-kisah nenek moyang kita membangun Bangsa ini dari nol..

Sebelum meninggalkan candi..

Tempat Wisata sejarah memang sangat menarik untuk dikunjungi, namun tak sedikit pula yang mengabaikannya, banyak teman-teman yang saya ajak untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah, namun jawaban mereka, “ngapain ke sana itu?? Nggak ada apa-apanya” sebuah jawaban yang cukup memprihatinkan, apa kalian sudah mengabaikan perjuangan-perjuangan nenek moyang kita membangun negeri ini kawan?? Apa kalian tidak mau tau lagi tentang perjuangan para pahlawan mendirikan bangsa ini?? Sudah seharusnya kita mengetahui dan mempelajari apa yang terjadi sebelum negeri ini terbentuk, untuk bekal di masa depan. Ingatlah kawan, bahwa Negeri ini tidak akan terbentuk tanpa adanya Sejarah..

Terima kasih..

Wassalamu'alaikum..

sumber:
Foto dokumen pribadi

http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Jawi
http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/10/menyusuri-repihan-menakjubkan-candi-jawi-524024.html
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/09/14/candi-yang-terlupakan-486669.html

No comments:

Post a Comment