Wednesday 19 February 2014

MEMBEDAH KOTA PASURUAN DI MASA LAMPAU

Assalamualaikum!!

Jumpa lagi dengan saya, setelah postingan kemarin membahas tentang wisata alam, kali ini saya ingin mengajak anda anda semua mengenal lebih dekat sisi kuno kota pasuruan. Tapi sebelumnya mari kita mengheningkan cipta sejenak selama satu menit istilahnya one minute of silence, berdoa untuk saudara saudara kita yang berada di sekitar gunung kelud, supaya mereka diberi kesabaran dan semangat dalam menunggu status gunung kelud, berdoa dipersilahkan...




------------Satu menit kemudan----------




Berdoa dapat diakhiri..


Okee kembali lagi ke kota Pasuruan, sedikit cerita tentang kota ini ya.. Kota ini dekat dengan kota saya yaitu Bangil. Pasuruan terletak di tepi utara Pulau Jawa dan merupakan Kota Bandar Kuno, pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno di bawah pemerintahan Raja Airlangga. Kota Pasuruan sebagai suatu lokasi telah disinggung dalam uraian Kakawin Nagarakartagama yang ditulis Mpu Prapanca pupuh 82: 2 dengan sebutan Pasuruhan (Menelusuri Asal Muasal Pasuruhan 2001:3). Sejak jaman dahulu sebelum kolonial daerah Pasuruan merupakan salah satu tujuan bagi para pendatang baik dari luar maupun dari dalam negeri, pun dengan pengembara-pengembara Hindu-Budha. Menurut beberapa sumber (perlu diadakan penelitian lebih lanjut) pada era Kahuripan, Kediri, Singosari, pada abad ke-10 atau sebelumnya, para pendahulunya transit di bandar/pelabuhan Pasuruan ini. Kemungkinan kakek-buyut Ken Arok adalah imigran dari India melalui bandar Pasuruan. Hindu-Budha meneruskan pengembaraan menuju dataran yang lebih tinggi untuk mencari ‘nirwana’, hal ini dapat dibuktikan dengan letak letak candi yang kebanyakan terletak di daerah pegunungan. Islam sendiri masuk di Pasuruan melalui pelabuhan, beberapa sumber mengatakan bersamaan dengan pengembara Hindu-Budha yang kemudian menetap di pesisir, beberapa lagi mengatakan Islam masuk Pasuruan pada era Wali Songo dari tahun 1404-1478 (perlu diadakan penelitian lebih lanjut). Kemudian Pangeran Trenggono, Sultan kedua dari Kerajaan Demak datang ke Pasuruan pada tahun 1546. Dan pada tahun 1617 Sultan Agung dari Kerajaan Mataram menguasai hingga wilayah Pasuruan. Namun hingga kini belum ditemukan siapa penguasa yang secara harfiah menguasai Pasuruan. Hingga akhirnya pada waktu jaman penjajahan Belanda, Pasuruan merupakan karesidenan setingkat dengan Surabaya pada waktu itu.

Well itu sedikit cerita tentang sejarah Pasuruan sendiri.. mari kita lanjutkan.....

Selain Belanda yang pernah singgah kesini, tiongkok pun sempat menginjakkan kaki di kota ini, buktinya bisa diamati sendiri, ketika ente-ente lagi jalan jalan di kota pasuruan, pasti disuguhi rumah rumah yang berarsitektur ala oriental gitu, itupun kalo ente jalannya noleh kanan kiri, kalo jalan-jalan sambil pacaran ya gak bakal keliatan keindahan arsitekturnya,  -_-

Pelabuhan Pasuruan, yang dijuluki Tanjung Tembikar
Hal tersebut diperkuat dengan adanya sebuah klenteng yang terletak di jalan Lombok yang bernama Tjoe Tik Kiong. Usut punya usut, rakyat Tiongkok menginjakkan kakinya di kota Pasuruan sekitar abad 17, (ini masih menjadi misteri, pasalnya ada sumber yang mengatakan pada abad 17 kota Pasuruan dikuasai oleh Islam pada masa Sultan Agung dari Mataram tepatnya pada th 1617. Jadi menurut saya pada akhir abad) tentu melalui pelabuhan Pasuruan yang dulu dikenal sebagai Tanjung Tembikar. Kenapa dijuluki Tanjung Tembikar? karena dulu pelabuhan ini merupakan tempat berlabuhnya pedagang-pedagang tembikar sekaligus sebagai salah satu pusat perdagangan tembikar terbesar pada waktu itu. Kota Pasuruan merupakan salah satu kota pelabuhan terbesar di Jawa pada waktu itu. Suatu daerah penting dalam kegiatan ekonomi di masa lampau, sehingga disebut ’pasar uang’ yang berkembang menjadi nama Pasuruan sekarang, jadi gitu dehh sejarah nama PASURUAN :D

Kemudian, pada awal abad ke-18, Belanda mulai menguasai Kota Pasuruan, dengan datangnya koloni Belanda dan sudah banyaknya etnis yang bermukim di Pasuruan ini (tiongkok dan pribumi), menghadirkan sebuah arsitektur baru dengan jenis eklektik. Arsitektur eklektik ini dapat terlihat pada bangunan-bangunan kolonial di Kawasan Pecinan, yang dibangun oleh etnis Tionghoa. Hidup berdampingan dengan bangsa Eropa dan juga pribumi membuat etnis Tionghoa mengalami akulturasi budaya dengan budaya di sekitarnya. Itulah yang menyebabkan bangunan-bangunan di pasuruan memiliki perpaduan gaya oriental-eropa-pribumi gitu..Woww! Menurut sumber sih, gaya arsitektur yang ada di Pasuruan pada waktu itu adalah, Indische Empire Style, Voor 1900, NA 1900, Romantiek dan gaya bangunan tahun 1915-an. Mungkin bukan ranah saya untuk membahas detail tentang arsitektur.. Jadi ini gambaran umum saja..

Ada sebuah rumah yang menarik perhatian saya, saat berkeliling di kota ini, tak perlu pikir panjang saya pun menarik rem saya di depan rumah itu, rumah itu dinamakan Gedung Singa, rumah ini terletak di Jl. Hasanudin atau dulu bernama Hofdstraat. Jl. Hasanudin ini memang dikenal sebagai perkampungan Tionghoa lama. Yang membuat gedung/rumah ini sangar yaitu adanya patung singa di depannya, jadi seolah-olah singa itu yang menjaga rumahnya..
Rumah Singa
komplek Gedung Singa

mungkin ini tempat peribadatan
Menurut sumber, gedung itu adalah milik keluarga Kwee, yang merupakan salah satu pengusaha paling kaya di kota ini pada waktu itu. Hal ini dapat dibuktikan dengan megahnya komplek rumah tersebut termasuk bangunan-bangunan di sebelahnya dalam satu pagar.
terletak di Jl. Hasanudin
Gedung Yayasan Pancasila, yang dulu dimiliki keluarga Han
Ada bangunan lagi yang juga menarik perhatian saya, terletak tepat di depan gedung singa tersebut, sekarang bangunan ini menjadi gedung yayasan pancasila. Katanya sih, gedung ini dulunya juga dimiliki oleh orang tiongkok yaitu Han Tik Gwan Khong Shu, perkumpulan keluarga Han. Menurut info, di dalam areal gedung seluas lebih dari 1 hektar ini, terdapat bong (makam) Han Hoo Tong, ketuaTHHK (Tiong Hwa Hwee Koan) Pasuruan yang pertama, namun saya belum sempat masuk kedalam untuk mengetahuinya. Gaya bangunan gedung singa dan gedung yayasan pancasila ini menurut Handinoto dalam “Pasuruan dan Arsitektur Etnis China Akhir Abad 19 dan Awal Abad ke-20″, memiliki gaya arsitektur Indische Empire Style, gaya yang sempat populer pada waktu itu, sehingga hampir semua jenis bangunan di Pasuruan menggunakannya. Ada juga Gedung Wolu, gedung ini juga peninggalan etnis tionghoa pada masanya, gedung ini termasuk dalam kawasan wijkenstelsel, karena letaknya yang berada di Jl. Soekarno-Hatta yang termasuk dalam proyek akbar Jalan Anyer-Panarukan era Daendels. Konon masih banyak bangunan peninggalan keluarga Kwee dan Han di kota pasuruan ini, namun karena mendung dan lupa bawa jas ujan, saya langsung saja melanjutkan ke tempat lain..
sebuah gapura berarsitektur oriental, terletak di Jl. Hasanudin
sebuah rumah yang saya duga peninggalan keluarga Kwee dan Han, terletak di seberang SMAN 1 Pasuruan

sebuah rumah kuno di Jl. Hasanudin
Perjalanan saya lanjutkan kembali, masih tentang nuansa oriental di kota Pasuruan, kali ini ke tempat peribadatannya, yaitu klenteng, di Pasuruan ada sebuah klenteng namanya Tjoe Tik Kiong. Menurut sumber, bangunan kienteng ini bergaya arsitektur Tiongkok yang masih asli. Ada atap pelana dengan wuwungan berbentuk melengkung ke atas (chih wei), dan Tou-Kung, sis- tem penyangga atap yang hanya dimiliki oleh bangunan klenteng. Meski tidak tercatat dengan jelas kapan bangunan dewa ini didirikan, beberapa sumber menyebutkan telah berumur 300 tahunan. Kemungkinan dibangun ya saat pedagang-pedagang Tiongkok menginjakkan kakinya di pasuruan sini.
Klenteng Tjoe Tik Kiong di Jl. Lombok
Seperti umumnya kisah kedatangan imigran Tiongkok di masa lalu, orang Tiongkok itu taat, mereka yang datang di Pasuruan juga tak lupa membawa area suci dewa sesembahan- nya. Kebetulan yang dibawa oleh mereka adalah kimsin Makco Thian Siang Sing Boo dan kemudian dibuatkan rumah untuk memujanya. Tempat pemujaan inilah yang kemudian menjadi Klenteng Tjoe Tik Kiong yang terletak di Jl. Lombok ini. Katanya sih, Kimsin Makco di sini masih asli, dari sejak klenteng ini didirikan. Klenteng Tjoe Tik Kiong memiliki daya tarik pada jumlah hiolo di dalamnya. Berbeda dengan klenteng lain yang umumnya hanya memiliki satu hiolo besar. Klenteng TjoeTik Kiong mempun yai tiga. Satu hiolo berada di depan pintu masuk bangunan utama, satu hiolo di depan altar Kongco Kwan Kong, dan satu lagi berada di depan altar Makco Kwan Im. Entah apalah semuanya itu, yang pasti arsitektur klenteng ini dari luar nampak keren, dalamnya bro? Mohon maaf, saya tidak sempat masuk, soalnya takut gann.. hehe..
Dari klenteng, perjalanan saya lanjutkan menuju Pasuruan sebelah timur, tepat di pojokan perempatan, disana ada Gereja katholik st. Padova, sayangnya saya belum mendapatkan informasi yang jelas tentang sejarah pembangunan gereja ini. Dengan menyusuri Jl. Balai Kota hingga Jl. Pahlawan yang dulu bernama Hereenstrat, ente bakal nemu buaanyak sekali bangunan-bangunan bergaya kolonial yang masih berdiri kokoh, walaupun tak sedikit pula yang beralih fungsinya. Ada yang jadi sekolah, ada yang jadi koperasi, warung, dan macem-macem laaah, nih beberapa foto yang sempat saya jepret..
Gereja Katholik St. Padova
Apotek Pasuruan. Memiliki gaya arsitektur kuno
SMPN 1 Pasuruan, di Jl. Balai kota
Bangunan Kuno di Jl. Pahlawan, depan Stadion Untung Suropati, sekarang berfungsi sebagai sekolah SD
Bangunan kuno yang terbengkalai
Bangunan kuno yang sekarang beralih fungsi menjadi SMK
Gedung H di P3GI, terlihat ada sebuah mesin kuno di depan gedung tersebut

P3GI atau pusat penelitian perkebunan gula didirikan oleh pemerintah kolonial belanda pada 9 Juli tahun 1887 dengan nama “het Proefstation oos Java”. Menurut sejarah, ada 2 hal yang melatarbelakangi berdirinya P3GI, yang pertama yaitu menanggulangi serangan penyakit “Sereh” yang melanda hampir seluruh tanaman tebu dunia dan juga untuk mengimbangi/memenangkan persaingan gula khususnya dari Eropa saat itu..

Banyak bangunan tua yang hingga kini tetap kokoh, namun sayangnya belum adanya payung hukum untuk memperkuat adanya bangunan-bangunan bersejarah di Pasuruan sebagai Cagar Buda guna pelestarian bangunan-bangunan kuno tersebut. Ditambah lagi status kepemilikan bangunan-bangunan tua oleh perseorangan-perseorangan. Mungkin jika dibina atau diatur dengan baik, bangunan-bangunan tersebut bisa menjadi wisata sejarah kota tua Pasuruan yang juga bisa menambah pendapatan negara.

Well, mungkin hanya ini yang bisa saya kenalkan tentang kota Pasuruan di masa lalu, sebernarnya masih banyak bangunan-bangunan kuno yang tidak sempat saya jepret dan saya bagikan disini dikarenakan keterbatasan waktu dan baterei, hehe.. :D semoga dengan ini saya dan juga ente-ente semuanya semakin mengenal kota Pasuruan dan tertarik untuk berkeliling di kota ini..



Terima kasih, sampai jumpa di petualangan selanjutnya..

Wassalamualaikum...

Sumber:
foto koleksi pribadi

1 comment: