Assalamualaikum!!
Jumpa lagi dengan saya, setelah postingan kemarin membahas
tentang
wisata alam, kali ini saya ingin mengajak anda anda semua mengenal
lebih dekat sisi kuno kota pasuruan. Tapi sebelumnya mari kita mengheningkan
cipta sejenak selama satu menit istilahnya one minute of silence, berdoa untuk saudara saudara kita yang berada
di sekitar gunung kelud, supaya mereka diberi kesabaran dan semangat dalam
menunggu status gunung kelud, berdoa dipersilahkan...
------------Satu menit kemudan----------
Berdoa dapat diakhiri..
Okee kembali lagi ke kota Pasuruan, sedikit cerita tentang
kota ini ya.. Kota ini dekat dengan kota saya yaitu
Bangil. Pasuruan terletak di tepi utara Pulau Jawa dan merupakan Kota
Bandar Kuno, pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno di bawah pemerintahan Raja
Airlangga. Kota Pasuruan sebagai suatu lokasi telah disinggung dalam uraian
Kakawin Nagarakartagama yang ditulis Mpu Prapanca pupuh 82: 2 dengan sebutan
Pasuruhan (Menelusuri Asal Muasal Pasuruhan 2001:3). Sejak jaman dahulu sebelum
kolonial daerah Pasuruan merupakan salah satu tujuan bagi para pendatang baik
dari luar maupun dari dalam negeri, pun dengan pengembara-pengembara
Hindu-Budha. Menurut beberapa sumber (perlu diadakan penelitian lebih lanjut) pada
era Kahuripan, Kediri, Singosari, pada abad ke-10 atau sebelumnya, para
pendahulunya transit di bandar/pelabuhan Pasuruan ini. Kemungkinan kakek-buyut
Ken Arok adalah imigran dari India melalui bandar Pasuruan. Hindu-Budha
meneruskan pengembaraan menuju dataran yang lebih tinggi untuk mencari
‘nirwana’, hal ini dapat dibuktikan dengan letak letak candi yang kebanyakan
terletak di daerah pegunungan. Islam sendiri masuk di Pasuruan melalui
pelabuhan, beberapa sumber mengatakan bersamaan dengan pengembara Hindu-Budha
yang kemudian menetap di pesisir, beberapa lagi mengatakan Islam masuk Pasuruan
pada era Wali Songo dari tahun 1404-1478 (perlu diadakan penelitian lebih
lanjut). Kemudian Pangeran Trenggono, Sultan kedua dari Kerajaan Demak datang
ke Pasuruan pada tahun 1546. Dan pada tahun 1617 Sultan Agung dari Kerajaan
Mataram menguasai hingga wilayah Pasuruan. Namun hingga kini belum ditemukan
siapa penguasa yang secara harfiah menguasai Pasuruan. Hingga akhirnya pada
waktu jaman penjajahan Belanda, Pasuruan merupakan karesidenan setingkat dengan
Surabaya pada waktu itu.
Well itu sedikit cerita tentang sejarah Pasuruan sendiri..
mari kita lanjutkan.....
Selain Belanda yang pernah singgah kesini, tiongkok pun
sempat menginjakkan kaki di kota ini, buktinya bisa diamati sendiri, ketika
ente-ente lagi jalan jalan di kota pasuruan, pasti disuguhi rumah rumah yang
berarsitektur ala oriental gitu, itupun kalo ente jalannya noleh kanan kiri,
kalo jalan-jalan sambil pacaran ya gak bakal keliatan keindahan arsitekturnya, -_-
 |
Pelabuhan Pasuruan, yang dijuluki Tanjung Tembikar |
Hal tersebut diperkuat dengan adanya sebuah klenteng yang
terletak di jalan Lombok yang bernama Tjoe Tik Kiong. Usut punya usut, rakyat
Tiongkok menginjakkan kakinya di kota Pasuruan sekitar abad 17, (ini masih
menjadi misteri, pasalnya ada sumber yang mengatakan pada abad 17 kota Pasuruan
dikuasai oleh Islam pada masa Sultan Agung dari Mataram tepatnya pada th 1617.
Jadi menurut saya pada akhir abad) tentu melalui pelabuhan Pasuruan yang dulu
dikenal sebagai Tanjung Tembikar. Kenapa dijuluki Tanjung Tembikar? karena dulu pelabuhan ini merupakan tempat berlabuhnya pedagang-pedagang tembikar sekaligus sebagai salah satu pusat perdagangan tembikar terbesar pada waktu itu.
Kota
Pasuruan merupakan salah satu kota pelabuhan terbesar di Jawa pada waktu itu.
Suatu daerah penting dalam kegiatan ekonomi di masa lampau, sehingga disebut ’pasar
uang’ yang berkembang menjadi nama Pasuruan sekarang, jadi gitu dehh sejarah
nama PASURUAN :D

Kemudian, pada awal abad ke-18, Belanda mulai menguasai Kota
Pasuruan, dengan datangnya koloni Belanda dan sudah banyaknya etnis yang
bermukim di Pasuruan ini (tiongkok dan pribumi), menghadirkan sebuah arsitektur
baru dengan jenis eklektik. Arsitektur eklektik ini dapat terlihat pada
bangunan-bangunan kolonial di Kawasan Pecinan, yang dibangun oleh etnis
Tionghoa. Hidup berdampingan dengan bangsa Eropa dan juga pribumi membuat etnis
Tionghoa mengalami akulturasi budaya dengan budaya di sekitarnya. Itulah yang
menyebabkan bangunan-bangunan di pasuruan memiliki perpaduan gaya oriental-eropa-pribumi
gitu..Woww! Menurut sumber sih, gaya arsitektur yang ada di Pasuruan pada waktu
itu adalah, Indische Empire Style, Voor 1900, NA 1900, Romantiek dan gaya bangunan
tahun 1915-an. Mungkin bukan ranah saya untuk membahas detail tentang arsitektur.. Jadi ini gambaran umum saja..
Ada sebuah rumah yang menarik perhatian saya, saat berkeliling di kota ini, tak perlu
pikir panjang saya pun menarik rem saya di depan rumah itu, rumah itu dinamakan Gedung
Singa, rumah ini terletak di Jl. Hasanudin atau dulu bernama Hofdstraat. Jl.
Hasanudin ini memang dikenal sebagai perkampungan Tionghoa lama. Yang membuat gedung/rumah
ini sangar yaitu adanya patung singa di depannya, jadi seolah-olah singa itu
yang menjaga rumahnya..
 |
Rumah Singa |
 |
komplek Gedung Singa |
 |
mungkin ini tempat peribadatan
|
Menurut sumber, gedung itu adalah milik keluarga Kwee, yang
merupakan salah satu pengusaha paling kaya di kota ini pada waktu itu. Hal ini
dapat dibuktikan dengan megahnya komplek rumah tersebut termasuk bangunan-bangunan
di sebelahnya dalam satu pagar.
 |
terletak di Jl. Hasanudin |
 |
Gedung Yayasan Pancasila, yang dulu dimiliki keluarga Han |
Ada bangunan lagi yang juga menarik perhatian saya, terletak
tepat di depan gedung singa tersebut, sekarang bangunan ini menjadi gedung
yayasan pancasila. Katanya sih, gedung ini dulunya juga dimiliki oleh orang
tiongkok yaitu Han Tik Gwan Khong Shu, perkumpulan keluarga Han. Menurut info,
di dalam areal gedung seluas lebih dari 1 hektar ini, terdapat bong (makam) Han
Hoo Tong, ketuaTHHK (Tiong Hwa Hwee Koan) Pasuruan yang pertama, namun saya
belum sempat masuk kedalam untuk mengetahuinya. Gaya bangunan gedung singa dan
gedung yayasan pancasila ini menurut Handinoto dalam “Pasuruan dan Arsitektur
Etnis China Akhir Abad 19 dan Awal Abad ke-20″, memiliki gaya arsitektur
Indische Empire Style, gaya yang sempat populer pada waktu itu, sehingga hampir
semua jenis bangunan di Pasuruan menggunakannya. Ada juga Gedung Wolu, gedung
ini juga peninggalan etnis tionghoa pada masanya, gedung ini termasuk dalam
kawasan
wijkenstelsel, karena
letaknya yang berada di Jl. Soekarno-Hatta yang termasuk dalam proyek akbar
Jalan Anyer-Panarukan era Daendels. Konon masih banyak bangunan peninggalan
keluarga Kwee dan Han di kota pasuruan ini, namun karena mendung dan lupa bawa
jas ujan, saya langsung saja melanjutkan ke tempat lain..
 |
sebuah gapura berarsitektur oriental, terletak di Jl. Hasanudin |
 |
sebuah rumah yang saya duga peninggalan keluarga Kwee dan Han, terletak di seberang SMAN 1 Pasuruan
|
 |
sebuah rumah kuno di Jl. Hasanudin |
Perjalanan saya lanjutkan kembali, masih tentang nuansa
oriental di kota Pasuruan, kali ini ke tempat peribadatannya, yaitu klenteng,
di Pasuruan ada sebuah klenteng namanya Tjoe Tik Kiong. Menurut sumber,
bangunan kienteng ini bergaya arsitektur Tiongkok yang masih asli. Ada atap
pelana dengan wuwungan berbentuk melengkung ke atas (chih wei), dan Tou-Kung,
sis- tem penyangga atap yang hanya dimiliki oleh bangunan klenteng. Meski tidak
tercatat dengan jelas kapan bangunan dewa ini didirikan, beberapa sumber
menyebutkan telah berumur 300 tahunan. Kemungkinan dibangun ya saat pedagang-pedagang
Tiongkok menginjakkan kakinya di pasuruan sini.
 |
Klenteng Tjoe Tik Kiong di Jl. Lombok |
Seperti umumnya kisah kedatangan imigran Tiongkok di masa
lalu, orang Tiongkok itu taat, mereka yang datang di Pasuruan juga tak lupa
membawa area suci dewa sesembahan- nya. Kebetulan yang dibawa oleh mereka
adalah kimsin Makco Thian Siang Sing Boo dan kemudian dibuatkan rumah untuk
memujanya. Tempat pemujaan inilah yang kemudian menjadi Klenteng Tjoe Tik Kiong
yang terletak di Jl. Lombok ini. Katanya sih, Kimsin Makco di sini masih asli,
dari sejak klenteng ini didirikan. Klenteng Tjoe Tik Kiong memiliki daya tarik
pada jumlah hiolo di dalamnya. Berbeda dengan klenteng lain yang umumnya hanya
memiliki satu hiolo besar. Klenteng TjoeTik Kiong mempun yai tiga. Satu hiolo
berada di depan pintu masuk bangunan utama, satu hiolo di depan altar Kongco
Kwan Kong, dan satu lagi berada di depan altar Makco Kwan Im. Entah apalah
semuanya itu, yang pasti arsitektur klenteng ini dari luar nampak keren, dalamnya
bro? Mohon maaf, saya tidak sempat masuk, soalnya takut gann.. hehe..
Dari klenteng, perjalanan saya lanjutkan menuju Pasuruan
sebelah timur, tepat di pojokan perempatan, disana ada Gereja katholik st.
Padova, sayangnya saya belum mendapatkan informasi yang jelas tentang sejarah
pembangunan gereja ini. Dengan menyusuri Jl. Balai Kota hingga Jl. Pahlawan
yang dulu bernama Hereenstrat, ente bakal nemu buaanyak sekali
bangunan-bangunan bergaya kolonial yang masih berdiri kokoh, walaupun tak
sedikit pula yang beralih fungsinya. Ada yang jadi sekolah, ada yang jadi
koperasi, warung, dan macem-macem laaah, nih beberapa foto yang sempat saya
jepret..
 |
Gereja Katholik St. Padova |

 |
Gedung H di P3GI, terlihat ada sebuah mesin kuno di depan gedung tersebut |
P3GI atau pusat penelitian perkebunan gula didirikan oleh
pemerintah kolonial belanda pada 9 Juli tahun 1887 dengan nama “het
Proefstation oos Java”. Menurut sejarah, ada 2 hal yang melatarbelakangi
berdirinya P3GI, yang pertama yaitu menanggulangi serangan penyakit “Sereh”
yang melanda hampir seluruh tanaman tebu dunia dan juga untuk mengimbangi/memenangkan
persaingan gula khususnya dari Eropa saat itu..
Banyak bangunan tua yang hingga kini tetap kokoh, namun sayangnya
belum adanya payung hukum untuk memperkuat adanya bangunan-bangunan bersejarah
di Pasuruan sebagai Cagar Buda guna pelestarian bangunan-bangunan kuno
tersebut. Ditambah lagi status kepemilikan bangunan-bangunan tua oleh
perseorangan-perseorangan. Mungkin jika dibina atau diatur dengan baik,
bangunan-bangunan tersebut bisa menjadi wisata sejarah kota tua Pasuruan yang
juga bisa menambah pendapatan negara.
Well, mungkin hanya ini yang bisa saya kenalkan tentang kota
Pasuruan di masa lalu, sebernarnya masih banyak bangunan-bangunan kuno yang
tidak sempat saya jepret dan saya bagikan disini dikarenakan keterbatasan waktu
dan baterei, hehe.. :D semoga dengan ini saya dan juga ente-ente semuanya
semakin mengenal kota Pasuruan dan tertarik untuk berkeliling di kota ini..
Terima kasih, sampai jumpa di petualangan selanjutnya..
Wassalamualaikum...
Sumber:
foto koleksi pribadi
Tulisannya diulang ulang
ReplyDelete